Daftar Isi
TerSurat.com Yogyakarta – Pandemi COVID-19 menginfeksi lebih dari satu juta orang dan menewaskan puluhan ribu orang. Meski jumlah kasus terus meningkat, beberapa peneliti memperkirakan skenario yang bisa menandai berakhirnya pandemi COVID-19. Menurut Amesh Adalja, seorang peneliti penyakit menular dan ahli di Johns Hopkins Center for Health Security di Amerika Serikat, pandemi saat ini memiliki beberapa pilihan. Berikut teori yang dikemukakan Adalja dan sejumlah peneliti lain tentang berakhirnya pandemi COVID-19.
Baca Juga : Kehilangan bau dan rasa bisa menjadi gejala COVID-19
Teori 1: Pandemi COVID-19 belum berakhir
Tingkat penularan SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, termasuk yang tercepat dari jenisnya. Sebagai ilustrasi, seorang pasien yang positif dapat menginfeksi 1-2 orang sehat. Faktanya, satu pasien di rumah sakit Wuhan dilaporkan menularkan infeksi ke lebih dari 57 orang. Laju penularan ini jauh lebih cepat dibandingkan dengan wabah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang meletus pada tahun 2003. Menurut Adalja, wabah COVID-19 yang kala itu masih dikenal sebagai infeksi novel coronavirus mungkin belum akan berhenti. Ini berdasarkan model penyebaran infeksi yang ia keluarkan pada awal Februari lalu. Terkait model ini, diperkirakan COVID-19 akan menginfeksi lebih dari 300.000 orang pada 24 Februari 2020. Penyakit ini kemungkinan akan menjadi pandemi yang telah menyebar ke seluruh belahan dunia. Perkiraan jumlah kasus agak kurang karena jumlah kasus per 24 Februari adalah 80.027. Namun, dia benar tentang COVID-19, yang kini telah menjadi pandemi. Meski begitu, kamu tidak perlu panik. Meski pandemi COVID-19 mungkin belum berakhir, Adalja juga memicu “anak-anak” menurut teori pertamanya. Ini gambarnya:
1. COVID-19 tidak pernah hilang, ini menjadi penyakit musiman
SARS-CoV-2 adalah bagian dari virus korona. Ilmuwan sejauh ini telah menemukan tujuh jenis virus corona pada manusia. Beberapa spesies hanya menyebabkan pilek dan flu, sementara yang lain dapat menyebabkan masalah pernapasan yang serius. Wabah COVID-19 mungkin tidak akan berakhir, tetapi dapat menyebabkan penyakit musiman seperti pilek dan flu. Virus influenza bertahan lebih lama dalam suhu dingin. Setelah musim panas atau musim kemarau dimulai, tingkat infeksi dapat menurun seiring dengan melemahnya virus.
2. COVID-19 adalah penyakit ringan
Coronavirus adalah virus yang mudah bermutasi. Mutasi tidak hanya memperkuat virus, tetapi juga melemahkan virus. Mutasi tersebut dapat membuat SARS-CoV-2 semakin lemah, sehingga penderita hanya memiliki gejala mirip flu. Namun, skenario ini dipertanyakan oleh Stephen Morse, seorang ahli epidemiologi dari Universitas Columbia, AS. Menurutnya, SARS-CoV-2 bisa saja merupakan virus yang mirip dengan virus penyebab masuk angin, namun ini bukanlah akhir dari pandemi COVID-19 dan prosesnya tentunya lama.
Teori 2: Infeksi akan berkurang dengan sendirinya
Wabah COVID-19 sangat mirip dengan wabah SARS. Terlepas dari kenyataan bahwa kedua virus tersebut berasal dari kelelawar, kedua virus tersebut juga memiliki kemiripan 80% di DNA. Pejabat kesehatan juga meningkatkan kampanye kesehatan untuk semakin mengurangi ruang penyebaran virus. Hal yang sama harus diterapkan untuk mengakhiri pandemi COVID-19. Saat ini, setiap orang harus berpartisipasi dalam jarak fisik. Ini sebagai upaya untuk menjaga jarak dan membatasi aktivitas dengan orang lain untuk mencegah penyebaran virus. Jika setiap orang disiplin melakukan jarak fisik, mereka yang positif tetapi tidak memiliki gejala tidak akan menulari orang yang sehat. Jumlah kasus dapat dikurangi dan rumah sakit dapat merawat pasien dengan gejala yang parah. COVID-19 pada akhirnya akan bernasib sama dengan wabah flu babi, Zika dan SARS. Virus penyebab penyakit masih ada di sekitar Anda, tetapi sangat sedikit yang ada dan tidak banyak yang terinfeksi olehnya.
Teori 3: Vaksin tersedia untuk menghentikan penularan
Sejauh ini belum ada vaksin yang dapat mengakhiri pandemi COVID-19. Pengembangan vaksin masih berlangsung dan peneliti adalah dosa d dibatasi oleh waktu, biaya dan risiko efek samping bagi pasien. Upaya mengembangkan vaksin SARS belasan tahun lalu kini telah menjadi langkah kehati-hatian para peneliti dalam pembuatan vaksin COVID-19. Berkat ini, proses pengembangan vaksin kemungkinan akan memakan waktu lebih sedikit. Beberapa perusahaan farmasi internasional bahkan kini berlomba-lomba mengembangkan vaksin untuk melawan COVID-19. Ada yang mengembangkannya dari kode genetik virus, dan