TerSurat.com Yogyakarta – Mahasiswa jurusan Agroekoteknologi jurusan Agrobioteknologi Universitas Udayana berminat menulis. Selain bekerja sebagai penulis konten lepas, ia juga menulis artikel blog untuk sebuah LSM di Bali. Diketahui bahwa pertanian, khususnya peternakan, menyebabkan emisi gas rumah kaca terbesar ke lingkungan, bahkan lebih tinggi dari emisi gas rumah kaca dari transportasi, yaitu 13%. Menurut Cowspiracy, jumlah emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh hewan ternak adalah 51%. Kenapa ini?
Baca juga: 6 Manfaat Inseminasi Buatan pada Sapi ( kawin suntik )
sapi yang merupakan jumlah ternak yang banyak memiliki anatomi yang khusus salah satu penyebabnya. Kurang lebih sapi mengeluarkan sekitar 800-1000 liter metana di setiap harinya. Dan jumlah sapinya yang sudah tidak sedikit lagi, diperkirakan sekitar lebih dari 1,5 miliar ekor. Misalkan ada rata-rata 900 liter / hari / ekor dikalikan 1,5 milyar, maka jumlah metan yang dihasilkan sangat besar. Selain itu, anatomi sapi sangat berbeda dengan manusia, sehingga sapi mencerna makanan dengan cara yang berbeda. Rerumputan, jerami, dan makanan lain yang dimakan sapi mengandung selulosa yang sulit dicerna. Untuk dapat mengekstraksi nutrisi dari makanannya, sapi memiliki empat kompartemen perut. Kompartemen terbesar di perut sapi disebut rumen, yang merupakan rumah bagi banyak mikroorganisme yang membantu memecah materi tanaman menjadi nutrisi yang dapat dicerna oleh hewan pemamah biak. Mikroba ini menghasilkan produk sampingan berupa metana. Gas Metana merupakan gas rumah kaca 20 kali lebih cepat dari karbon dioksida yang akan menyebabkan bumi menjadi cepat panas. Untuk setiap molekul metana, itu berarti 20 molekul karbon dioksida. Emisi gas rumah kaca ini menyebabkan pemanasan global yang mengarah pada perubahan iklim, begitu banyak orang beralih ke gaya hidup vegan karena alasan kelestarian lingkungan.
Selain itu, ternak juga menghasilkan 2/3 emisi amonia dunia. Amonia merupakan penyebab utama hujan asam. Hujan asam, selanjutnya, merusak ekosistem dengan mengubah komposisi kimiawi bumi, secara perlahan merusak dan mematikan kehidupan tumbuhan. Selain menghasilkan metana dan amonia, kotoran seperti sapi tentunya berbau tidak sedap. Oleh karena itu kotoran sapi harus ditangani terlebih dahulu dan tidak dibiarkan di lingkungan. Pengolahan limbah kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai biogas, biourin dan pupuk organik padat. Namun pada artikel kali ini kita akan membahas bagaimana kotoran sapi menjadi pupuk organik padat, atau lebih luas lagi disebut kompos.
Pengolahan kotoran sapi menjadi pupuk organik padat (kompos)
Pada umumnya petani menggunakan pupuk kimia untuk mengolah lahannya karena pupuk kimia lebih ekonomis daripada pupuk organik. Selain itu, kebutuhan pupuk organik lebih banyak dan waktu yang dibutuhkan tanaman untuk menyerap unsur hara dari pupuk organik lebih lama karena tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk ion. Dalam hal pupuk kimia, unsur hara yang diberikan berupa ion, sedangkan untuk pupuk organik diperlukan penguraian hingga ion terbentuk dan dapat diserap oleh tanaman.
Selain itu, minimnya penggunaan pupuk organik oleh petani disebabkan kurangnya informasi tentang cara membuat pupuk organik, padahal pupuk organik sangat bermanfaat untuk kesuburan tanah dan dapat dibuat dengan menggunakan kotoran ternak seperti sapi daripada hanya dibuang begitu saja. mereka sebagai limbah dan polusi.
Bahan yang dibutuhkan adalah kotoran sapi, jerami padi (cincang), EM4 dan terpal atau bahan penutup lainnya. Berikut ini dijelaskan bagaimana kotoran sapi diolah menjadi pupuk organik.
- Bandingkan kotoran sapi dan jerami padi, idealnya 60: Jadi jika digunakan 60 kg kotoran sapi, dibutuhkan 40 kg jerami.
- Sebelum melakukan ini, aktifkan EM4 terlebih dahulu dengan larutan gula (3-4 sendok makan gula untuk 1,5 liter air), lalu tambahkan 2-3 sendok makan EM4, kocok dan diamkan semalaman.
- Campurkan kotoran sapi dengan jerami cincang dan aduk hingga merata. Kemudian oleskan campuran tersebut dan bilas perlahan dengan larutan EM4.
- Kemudian tutupi bahan campuran tersebut dengan terpal dan letakkan disekitar terpal agar tidak mudah terbuka.
- Proses pengomposan memakan waktu kurang lebih 30 hari, yang ditunjukkan dengan suhu panas di permukaan kompos. Selama ini, Anda bisa mengaduk bahan setiap 3 hari sekali untuk membantu proses aerasi.
- Tanda bahwa pengomposan sudah selesai